Rabu, 17 November 2010

Jamaluddin Afghan Ali, Tokoh Modernisasi Islam

Salah satu tokoh Islam dunia paling terkenal adalah Jamaluddin Al Afghani. Dialah yang disebut-sebut sebagai Bapak Islam Modern. Melalui perjuangan keras Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh (plus Rasyid Ridha dengan majalah Al-Manar yang menyuarakan ide-ide dua tokoh tersebut), Islam muncul dalam perspektif baru.
Jika sebelum masa Jamaluddin Al Afghani Islam dikenal “kaku” dan “antiteknologi”, keadaan berubah di tangan beliau. Umat Islam behasil keluar dari kungkungan dogma yang sebenarnya tidak ada pada zaman Rasulullah saw.
Al Quran sendiri bertaburan ayat tentang ajakan kepada manusia untuk berpikir. Oleh karena itu, gerakan Islam modern yang tercetus melalui Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh berusaha memperkaya Islam dengan berbagai penemuan berkaitan dengan rasionalitas yang diandalkan pengetahuan Eropa.

Publikasi Ide Brilian
Kehebatan Jamaluddin Al Afghani muncul ke dunia ketika ia berada di Paris. Bersama Muhammad Abduh (ulama Mesir), Jamaluddin menerbitkan jurnal anti penjajahan bernama Al-Urwatul Wutsqa pada 1884.
Jurnal tersebut berhasil dilanjutkan hingga edisi ke-18. Isi jurnal tersebut benar-benar mengejutkan dunia Barat dan Islam karena isinya menampilkan Islam dalam sudut pandang berbeda, lebih modern, progresif, tanpa melupakan akar-akar keislamanannya. Sayangnya, jurnal ini tidak dilanjutkan karena banyaknya larangan di dunia Barat (yang katanya mengandalkan kebebasan berekspresi).
Selanjutnya, ide Jamaluddin diteruskan oleh Muhammad Rasyid Ridha (1865–1935), murid Abduh, yang menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir. Majalah Al-Manar menjabarkan ide-ide Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh. Bahkan, Al-Manar berhasil mempengaruhi gerakan Islam di Asia Tenggara pada awal abad ke-20.
Kontroversi
Meskipun telah berhasil membawa Islam memasuki zaman “pencerahan”, bukan berarti Jamaluddin Al Afghani tidak mendapatkan serangan. Seperti yang kita ketahui, Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh, menjadi anggota Freemasonry sewaktu keduanya berada di Prancis.
Sementara itu, kebanyakan muslim menganggap bahwa Freemasonry adalah organisasi Yahudi yang berusaha merusak seluruh agama. Padahal, pada kenyataannya, tidak ada kaitan antara Freemasonry dengan Yahudi.
Freemasonry dan Yahudi hanya dikaitkan ketika intelijen Rusia membuat buku Protokol Zion (sekitar 1902 hingga 1905) yang diklaim sebagai milik gerakan zionis yang mulai bergerak pada 1895. Bahkan, jika membaca buku Mahkota Sufi karya Idries Shah, kita akan menyadari bahwa Freemasonry sangat dekat dengan sufi, aliran esoteris dalam Islam.
Bagi beberapa kalangan yang membenci Freemasonry dan tidak mau melihat kenyataan sebenarnya, Jamaludin Al Afghani adalah agen freemason yang bertugas untuk meracuni umat Islam dengan pandangan sekularnya; mengingat Freemasonry terkenal dengan humanisme yang jauh dari nilai agama.
Tentu saja, fitnahan ini sangat tidak berdasar. Jika sekarang freemason memang dianggap berkaitan dengan Yahudi, pada masa Jamaluddin, freemason bisa jadi adalah organisasi yang “berbeda”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar