Rabu, 17 November 2010

Muhammad Yunus, Tokoh Ekonomi Dunia dari Dunia Ketiga

Muhammad Yunus tidak seperti Adam Smith, seorang tokoh ekonomi dunia yang hidup di abad ke-18 berasal dari Skotlandia, yang percaya bahwa sikap individualitas akan membuat tatanan ekonomi suatu bangsa akan berkembang dengan pesat.
Muhammad Yunus juga tidak seperti Hernando De Soto, seorang inovator ekonomi dari Amerika Latin (versi majalah Time) yang menjadi terkenal setelah menerbitkan buku The mystery of Capital yang sangat percaya bahwa perekonomian negara berkembang akan maju bila sistem hukum bagus.
Muhammad Yunus tergerak melakukan sesuatu berangkat dari panggilan jiwa, bukan dari sebuah teori yang dirumuskannya atau dari buku yang ditulisnya.

Pada 1974, Bangladesh, negara asal Muhammad Yunus, sedang dilanda krisis ekonomi yang parah, lebih parah dari sekarang. Pada saat itu, Muhammad Yunus adalah seorang dosen ekonomi di universitas Chittagong. Dari ruang kerjanya Yunus memperhatikan kehidupan di sekitar kampusnya.
Kemiskinan yang terpampang di depan matanya membuatnya turun ke jalan-jalan di sekitar kampusnya tersebut. Kehidupan masyarakat yang begitu mengiris batinnya. Keadaan yang begitu menyedihkan tersebut sangat menohok rasa intelektualitasnya.
Sebagai seorang dosen ekonomi yang telah mempelajari berbagai hukum ekonomi, rumusan, dan solusi ekonomi, tapi belum mampu menerapkan semua teori tersebut ke dalam dunia nyata.

Muhammad Yunus mulai berpikir secara mendalam bagaimana membantu mengangkat orang-orang di sekelilingnya menjadi lebih baik dari sekarang. Konsep yang diterapkan oleh Muhammad Yunus sebenarnya tidak jauh berbeda dari konsep koperasi yang telah diperkenalkan oleh Muhammad Hatta, wakil presiden Indonesia pertama yang juga merupakan ahli ekonomi.
Muhammad Yunus memberikan pinjaman kepada orang-orang yang tak berdaya secara ekonomi tanpa jaminan sama sekali. Yunus sangat yakin bahwa perekonomian orang-orang yang tak berdaya itu terjadi karena mereka tidak mempunyai akses ke dunia ekonomi.

Dengan memberikan pinjaman skala kecil kepada para wanita miskin dan membina mereka menjadi pengusaha, Yunus yakin langkah awalnya itu akan bisa membantu mereka. Agar semua langkah yang telah diambilnya menjadi tebih terfokus, Yunus mendirikan sebuah bank yang diberi nama Grameen Bank.
Yunus tidak pernah berpikir bahwa langkah awal itu akan menjadi langkah luar biasa yang akan mengantarkannya meraih berbagai penghargaan, seperti, Hadiah Budaya Asia Fukuoka XII 2001 dan hadiah nobel pada 2006.
Ketika Yunus datang ke Indonesia dan memberikan ceramah serta berbagi cerita tentang pengalamannya, semua yang hadir tak melihat yang dilakukan Yunus sebagai sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia.
Yang membuat apa yang Yunus lakukan berbeda adalah tekad yang kuat Yunus yang benar-benar tulus membantu bangsanya meraih sesuatu yang lebih baik demi masa depan yang lebih cerah. Sepertinya Bila Indonesia memiliki banyak orang seperti Yunus, maka kedahsyatan efek ekonominya pasti lebih hebat lagi bagi bangsa Indonesia.
Konsep Grameen Bank sekarang banyak ditiru oleh bangsa lain termasuk Amerika Serikat. Pada dasarnya, Muhammad Yunus sangat percaya bahwa siapa pun akan mampu membantu dirinya sendiri untuk bangkit dari keterpurukan asalkan diberikan kail terlebih dahulu.
Bahwa otak akan semakin berkembang bila diberi stimulus yang tepat. Keyakinan inilah yang membuat Yunus tetap memberikan pinjaman kepada masyarakat lemah yang ingin maju.
Grameen Bank telah membantu banyak anak Bangladesh meraih cita-cita dengan belajar di perguruan tinggi. Sudah ribuan rumah tangga yang kini memiliki rumah layak huni dengan berkecukupan makanan di dalamnya. Penyaluran dana sudah mencapai $ 3 milliar dolar untuk 2,4 juta peminjam.
Konsep gotong royong yang tercermin dalam ‘Kelompok Solidaritas’ yang diterapkan oleh Grameen Bank hingga kini belum terlihat adanya kelemahan dan kegagalan yang berarti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar