Sejumlah 15 ribu wanita di Kongo menjadi korban perkosaan para tentara pemberontak. Itu hanya berdasarkan pada data tahun lalu saja. Itu sebabnya Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut negara terbesar ketiga di Afrika ini sebagai “ibukota perkosaan di dunia”.
Angka pemerkosaan yang menjulang itu mendorong sekitar 1.700 wanita Kongo turun ke jalan di Bukavu, kota Kongo bagian timur, Minggu 17 Oktober 2010. Menurut stasiun televisi CNN, mereka menyuarakan penentangan terhadap kekerasan seksual yang terjadi di negara itu.
Ikut dalam unjuk rasa itu, sejumlah korban pemerkosaan, yang beberapa diantaranya terpaksa meninggalkan rumah sakit demi ikut serta dalam long-march ini.
“Hati saya sakit, kenapa kamu memperkosa saya?” ujar salah satu korban. "Hentikan perang, hentikan perkosaan, hentikan ketidakacuhan terhadap apa yang terjadi," ujar seorang aktivis wanita Kongo.
Long-march ini dimotori oleh organisasi World March of Women bekerja sama dengan kelompok lokal. Penyelenggara berharap aksi yang mereka lakukan ini dapat menghancurkan stigma yang melekat pada korban pemerkosaan dan menarik perhatian dunia internasional kepada masalah yang akan timbul akibat penggunaan pemerkosaan sebagai taktik perang.
Pemerkosaan digunakan sebagai taktik perang oleh para tentara pemberontak untuk menghancurkan psikologi lawan dengan mempermalukan dan menjatuhkan moralnya. Perkosaan selama perang terjadi secara sistematis dan teratur, dan para pemimpin tentara justru menganjurkan tentaranya untuk memperkosa.
“Sangat menyenangkan melihat begitu banyak wanita yang turun ke jalan. Kami percaya bahwa wanita tidak seharusnya dipenjarakan di rumahnya sendiri,” ujar Celia Alldridge, perwakilan dari World March of Women, seperti dilansir dari laman CNN.
Para peserta aksi tersebut datang dengan mengenakan pakaian tradisional Kongo yang berwarna cerah dan membawa papan bertuliskan “katakan tidak bagi teroris seksual”. Aksi tersebut berjalan dengan lancar dan damai.
Menurut laporan PBB, 15.000 perempuan di Kongo bagian selatan diperkosa tahun lalu. Serangan terhadap perempuan ini dilakukan oleh tentara pemberontak di daerah yang kurang mendapat pengawasan militer maupun polisi. Inilah yang membuat PBB menjuluki Kongo sebagai negara ibukota pemerkosaan dunia.
Sekretaris Jenderal PBB untuk masalah kekerasan seksual di daerah konflik, Margot Wallstron, menceritakan bahwa seorang wanita mengatakan padanya Di Kongo, sebuah bangkai tikus lebih berharga daripada tubuh seorang wanita.
“Ini adalah ekspresi mengenai bagaimana kekerasan HAM terhadap perempuan masih berada di tingkat terendah dalam hirarki kekejaman perang,” ujarnya.
Kongo didera perang Kongo kedua, atau juga disebut Perang Dunia di Afrika pada tahun 1998 sampai 2003. sebanyak 5,4 juta penduduk tewas dalam perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia II ini. Walaupun perjanjian damai telah di tandatangani pada tahun 2003, namun perang masih berlanjut di beberapa bagian di Kongo.VIVAnews
Angka pemerkosaan yang menjulang itu mendorong sekitar 1.700 wanita Kongo turun ke jalan di Bukavu, kota Kongo bagian timur, Minggu 17 Oktober 2010. Menurut stasiun televisi CNN, mereka menyuarakan penentangan terhadap kekerasan seksual yang terjadi di negara itu.
Ikut dalam unjuk rasa itu, sejumlah korban pemerkosaan, yang beberapa diantaranya terpaksa meninggalkan rumah sakit demi ikut serta dalam long-march ini.
“Hati saya sakit, kenapa kamu memperkosa saya?” ujar salah satu korban. "Hentikan perang, hentikan perkosaan, hentikan ketidakacuhan terhadap apa yang terjadi," ujar seorang aktivis wanita Kongo.
Long-march ini dimotori oleh organisasi World March of Women bekerja sama dengan kelompok lokal. Penyelenggara berharap aksi yang mereka lakukan ini dapat menghancurkan stigma yang melekat pada korban pemerkosaan dan menarik perhatian dunia internasional kepada masalah yang akan timbul akibat penggunaan pemerkosaan sebagai taktik perang.
Pemerkosaan digunakan sebagai taktik perang oleh para tentara pemberontak untuk menghancurkan psikologi lawan dengan mempermalukan dan menjatuhkan moralnya. Perkosaan selama perang terjadi secara sistematis dan teratur, dan para pemimpin tentara justru menganjurkan tentaranya untuk memperkosa.
“Sangat menyenangkan melihat begitu banyak wanita yang turun ke jalan. Kami percaya bahwa wanita tidak seharusnya dipenjarakan di rumahnya sendiri,” ujar Celia Alldridge, perwakilan dari World March of Women, seperti dilansir dari laman CNN.
Para peserta aksi tersebut datang dengan mengenakan pakaian tradisional Kongo yang berwarna cerah dan membawa papan bertuliskan “katakan tidak bagi teroris seksual”. Aksi tersebut berjalan dengan lancar dan damai.
Menurut laporan PBB, 15.000 perempuan di Kongo bagian selatan diperkosa tahun lalu. Serangan terhadap perempuan ini dilakukan oleh tentara pemberontak di daerah yang kurang mendapat pengawasan militer maupun polisi. Inilah yang membuat PBB menjuluki Kongo sebagai negara ibukota pemerkosaan dunia.
Sekretaris Jenderal PBB untuk masalah kekerasan seksual di daerah konflik, Margot Wallstron, menceritakan bahwa seorang wanita mengatakan padanya Di Kongo, sebuah bangkai tikus lebih berharga daripada tubuh seorang wanita.
“Ini adalah ekspresi mengenai bagaimana kekerasan HAM terhadap perempuan masih berada di tingkat terendah dalam hirarki kekejaman perang,” ujarnya.
Kongo didera perang Kongo kedua, atau juga disebut Perang Dunia di Afrika pada tahun 1998 sampai 2003. sebanyak 5,4 juta penduduk tewas dalam perang yang paling mematikan setelah Perang Dunia II ini. Walaupun perjanjian damai telah di tandatangani pada tahun 2003, namun perang masih berlanjut di beberapa bagian di Kongo.VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar