Seorang rekannya di Yogyakarta, Kinaransih, menceritakan saat-saat terakhir pertemuannya dengan Wawan.
Ketika baru mendarat di Yogyakarta, Selasa sore, Wawan langsung ke Apotek Kentungan, perempatan Ring Road, Jalan Kali Urang -- menuju lereng merapi.
"Saat itu pukul 17.00 WIB, kondisi hujan deras," kata Kinaransih kepada VIVAnews, Rabu 27 Oktober 2010.
Wawan lalu pergi ke lereng Merapi bersama kerabat Mbah Maridjan, Agus Wiyarto dan dokter PMI, Tutur Priyono.
Kontak terakhir Kinaransih dengan Wawan dilakukan melalui pesan pendek pada pukul 18.08.
Isinya: iyo iki, wis podo ngungsi. Mbah Maridjan isih solat ndek mau wis tak temoni. (Iya, warga sudah pada mengungsi. Mbah Maridjan masih solat, tadi sudah saya temui).
"Setelah itu saya kehilangan kontak dengan Mas Wawan," kata Kinaransih.
Saat Merapi meletus dan mengeluarkan api, Kinaransih yang cemas dengan kondisi Wawan lalu menghubungi Agus Wiyarto. Berita di ujung telepon, membuat kedua lututnya lemas.
"Inalillahi ... sudah takdirnya. Garise gusti [garis illahi]. Saya sudah mengingatkan jangan naik, bahaya," kata Kinaransih, menirukan ucapan Agus.
Dari Agus diketahui, Wawan sempat dievakuasi ke barak pengungsian. Ia satu mobil bersama dokter Tutur -- yang ditemukan tewas di dekat Wawan.
Sementara keluarga Mbah Maridjan dan Agus menaiki mobil lain.
"Pak Agus mengaku bingung, dokter Tutur, orang PMI, dan Mas Wawan mau naik lagi mau membujuk Mbah Maridjan," kata Kinaransih.
Editor senior itu memang mengenal dekat Mbah Maridjan. Jelang letusan Merapi tahun 2006, Wawan juga berada di rumah Mbah Maridjan. Ia mungkin merasa kedekatannya itu bisa meluluhkan hati Mbah Maridjan.
Agus mengaku sempat berbincang dengan Wawan menjelang saat-saat terakhirnya. Saat itu, Agus bertanya, kapan Wawan akan kembali ke Jakarta.
Jawabnya: "Saya pulangnya Rabu sore, mau nemui anak istri di Ambarawa."
• VIVAnews
Ketika baru mendarat di Yogyakarta, Selasa sore, Wawan langsung ke Apotek Kentungan, perempatan Ring Road, Jalan Kali Urang -- menuju lereng merapi.
"Saat itu pukul 17.00 WIB, kondisi hujan deras," kata Kinaransih kepada VIVAnews, Rabu 27 Oktober 2010.
Wawan lalu pergi ke lereng Merapi bersama kerabat Mbah Maridjan, Agus Wiyarto dan dokter PMI, Tutur Priyono.
Kontak terakhir Kinaransih dengan Wawan dilakukan melalui pesan pendek pada pukul 18.08.
Isinya: iyo iki, wis podo ngungsi. Mbah Maridjan isih solat ndek mau wis tak temoni. (Iya, warga sudah pada mengungsi. Mbah Maridjan masih solat, tadi sudah saya temui).
"Setelah itu saya kehilangan kontak dengan Mas Wawan," kata Kinaransih.
Saat Merapi meletus dan mengeluarkan api, Kinaransih yang cemas dengan kondisi Wawan lalu menghubungi Agus Wiyarto. Berita di ujung telepon, membuat kedua lututnya lemas.
"Inalillahi ... sudah takdirnya. Garise gusti [garis illahi]. Saya sudah mengingatkan jangan naik, bahaya," kata Kinaransih, menirukan ucapan Agus.
Dari Agus diketahui, Wawan sempat dievakuasi ke barak pengungsian. Ia satu mobil bersama dokter Tutur -- yang ditemukan tewas di dekat Wawan.
Sementara keluarga Mbah Maridjan dan Agus menaiki mobil lain.
"Pak Agus mengaku bingung, dokter Tutur, orang PMI, dan Mas Wawan mau naik lagi mau membujuk Mbah Maridjan," kata Kinaransih.
Editor senior itu memang mengenal dekat Mbah Maridjan. Jelang letusan Merapi tahun 2006, Wawan juga berada di rumah Mbah Maridjan. Ia mungkin merasa kedekatannya itu bisa meluluhkan hati Mbah Maridjan.
Agus mengaku sempat berbincang dengan Wawan menjelang saat-saat terakhirnya. Saat itu, Agus bertanya, kapan Wawan akan kembali ke Jakarta.
Jawabnya: "Saya pulangnya Rabu sore, mau nemui anak istri di Ambarawa."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar