Oleh Olenka Priyadarsani
Pada sebuah akhir pekan yang panjang (long weekend) saya pergi berlibur ke Belitung seorang diri. Dari hiruk-pikuknya Jakarta, saya melarikan diri ke Pantai Tanjung Kelayang. Pantai ini tak jauh dari Pantai Tanjung Tinggi — objek wisata paling diminati wisatawan.
Belitung, yang makin terkenal sejak meledaknya novel “Laskar Pelangi” dan film berjudul sama, dapat ditempuh dalam 40 menit penerbangan dari Jakarta.
Tanjung Kelayang adalah sebuah pantai nelayan yang tenang. Tapi tidak seperti pantai nelayan lain yang pernah saya kunjungi, di pantai ini tidak tercium bau amis. Lautnya tetap biru, bersih, dan hanya sesekali terdengar suara mesin perahu penangkap ikan.
Di sisi kiri terdapat tumpukan bebatuan besar, yang selalu jadi ciri khas pantai-pantai di Belitung. Tempatnya sepi, nyaman, serta luar biasa indah. Tak heran bukit bebatuan tersebut jadi tempat favorit muda-mudi setempat. Bila Anda menaiki bebatuan itu hingga tempat yang cukup tinggi, Anda dapat melihat pemandangan birunya laut, beberapa pulau kecil berwarna hijau serta perahu nelayan di kejauhan. Sungguh liburan impian bagi saya.
Tanjung Tinggi terletak sekitar 3 km dari Tanjung Kelayang. Pantai ini merupakan ceruk yang dibatasi tebing batu. Pantainya cukup pendek, sehingga terasa sangat ramai pada akhir pekan. Dibandingkan dengan Tanjung Kelayang, ada lebih banyak warung makan dan toko kecil di pantai ini.
Setelah puas menikmati pantai di wilayah itu, pada keesokan harinya saya mengunjungi beberapa pulau kecil yang kabarnya sangat indah. Saya mengeluarkan uang untuk menyewa perahu seharga Rp 300 ribu per hari (akan jauh lebih hemat bila datang dengan rombongan).
Ditemani pengemudi perahu, saya berangkat pagi-pagi menuju Pulau Lengkuas dan sampai di sana dalam waktu kira-kira 30 menit.
Setibanya di Pulau Lengkuas, saya tidak sabar untuk segera menaiki mercusuar tua yang dibangun pada zaman Belanda namun masih berdiri kokoh dan berfungsi dengan baik. Ternyata cukup menakutkan.
Mercusuar itu dibangun pada 1882 dan terdiri dari 18 tingkat. Karena saya melepaskan sandal di kapal, kaki saya penuh dengan karat yang menempel di tangga mercusuar. Sedikit terengah-engah, akhirnya saya tiba di lantai paling atas. Pemandangan dari atas tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Langit biru bertemu dengan laut yang tidak kalah birunya. Pohon kelapa melambai-lambai bagai syair dari sebuah lagu lama.
Setelah puas mengambil gambar, saya pun turun untuk menikmati keindahan pulau. Ada beberapa buaian dan bangku kayu yang dipasang petugas mercusuar. Saya beristirahat sejenak kemudian berenang.
Tanpa mengindahkan baju saya yang basah kuyup, saya bergegas menuju perahu dan meminta pengemudi membawa saya ke pulau lain. Berbeda dengan saat berangkat, arus laut menjelang siang jauh lebih tenang. Kami pergi mengunjungi Pulau Burung.
Kami kembali ke Tanjung Kelayang menjelang sore. Perut lapar tak tertahankan. Setelah membersihkan badan, saya segera menuju ke restoran di penginapan. Tentu, saya ingin merasakan masakan khas Belitung, yaitu gangan.
Gangan adalah semacam gulai dengan bahan utama kepala ikan ketarap, namun dengan kuah yang lebih jernih dan segar. Sajian ini tambah istimewa dengan campuran nanas. Anda yang suka cita rasa tom yam, saya yakin akan ketagihan gangan bila mencoba.
Hari terakhir saya habiskan dengan mengelilingi pulau dengan motor sewaan seharga Rp 80 ribu sehari. Saya pergi ke Tanjung Pandan (sekitar 30-40 menit dari Tanjung Kelayang) menempuh jalanan yang cukup halus dan sepi. Hanya beberapa kali saya berpapasan dengan kendaraan lain.
Tetapi, Tanjung Pandan sendiri cukup ramai. Para pedagang durian berderet di depan toko-toko. Sayangnya, karena terlambat berangkat, waktu saya sangat singkat. Setelah berputar-putar di kota, saya pun kembali ke penginapan.
Liburan singkat namun berkesan telah berakhir. Tapi saya pasti akan kembali mengunjungi pantai-pantai indah di bagian timur.
Lor Inn mungkin merupakan hotel terbesar. Terletak di dekat Tanjung Tinggi, hotel seharga Rp 500 ribu per malam ini menyediakan berbagai fasilitas. Walau menghadap langsung ke pantai, hotel ini tidak berada di tepinya persis. Anda harus menyeberang jalan untuk sampai ke pantai.
Kelayang Cottages, tempat saya menginap, terdiri dari beberapa pondok kayu bercat warna-warni. Di setiap pondok terdapat sebuah tempat tidur sederhana dengan kelambu dan kamar mandi.
Penginapan ini terletak tepat di Pantai Tanjung Kelayang. Hanya beberapa langkah dari tepi pantai. Harga kamar mulai Rp 150 ribu, dan tersedia layanan antar-jemput ke bandara seharga Rp 150 ribu per trip.
Akomodasi lain di Tanjung Pandan antara lain Hotel Martani dan Wisma Martani.
Pada sebuah akhir pekan yang panjang (long weekend) saya pergi berlibur ke Belitung seorang diri. Dari hiruk-pikuknya Jakarta, saya melarikan diri ke Pantai Tanjung Kelayang. Pantai ini tak jauh dari Pantai Tanjung Tinggi — objek wisata paling diminati wisatawan.
Belitung, yang makin terkenal sejak meledaknya novel “Laskar Pelangi” dan film berjudul sama, dapat ditempuh dalam 40 menit penerbangan dari Jakarta.
Tanjung Kelayang adalah sebuah pantai nelayan yang tenang. Tapi tidak seperti pantai nelayan lain yang pernah saya kunjungi, di pantai ini tidak tercium bau amis. Lautnya tetap biru, bersih, dan hanya sesekali terdengar suara mesin perahu penangkap ikan.
Di sisi kiri terdapat tumpukan bebatuan besar, yang selalu jadi ciri khas pantai-pantai di Belitung. Tempatnya sepi, nyaman, serta luar biasa indah. Tak heran bukit bebatuan tersebut jadi tempat favorit muda-mudi setempat. Bila Anda menaiki bebatuan itu hingga tempat yang cukup tinggi, Anda dapat melihat pemandangan birunya laut, beberapa pulau kecil berwarna hijau serta perahu nelayan di kejauhan. Sungguh liburan impian bagi saya.
Tanjung Tinggi terletak sekitar 3 km dari Tanjung Kelayang. Pantai ini merupakan ceruk yang dibatasi tebing batu. Pantainya cukup pendek, sehingga terasa sangat ramai pada akhir pekan. Dibandingkan dengan Tanjung Kelayang, ada lebih banyak warung makan dan toko kecil di pantai ini.
Setelah puas menikmati pantai di wilayah itu, pada keesokan harinya saya mengunjungi beberapa pulau kecil yang kabarnya sangat indah. Saya mengeluarkan uang untuk menyewa perahu seharga Rp 300 ribu per hari (akan jauh lebih hemat bila datang dengan rombongan).
Ditemani pengemudi perahu, saya berangkat pagi-pagi menuju Pulau Lengkuas dan sampai di sana dalam waktu kira-kira 30 menit.
Setibanya di Pulau Lengkuas, saya tidak sabar untuk segera menaiki mercusuar tua yang dibangun pada zaman Belanda namun masih berdiri kokoh dan berfungsi dengan baik. Ternyata cukup menakutkan.
Mercusuar itu dibangun pada 1882 dan terdiri dari 18 tingkat. Karena saya melepaskan sandal di kapal, kaki saya penuh dengan karat yang menempel di tangga mercusuar. Sedikit terengah-engah, akhirnya saya tiba di lantai paling atas. Pemandangan dari atas tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Langit biru bertemu dengan laut yang tidak kalah birunya. Pohon kelapa melambai-lambai bagai syair dari sebuah lagu lama.
Setelah puas mengambil gambar, saya pun turun untuk menikmati keindahan pulau. Ada beberapa buaian dan bangku kayu yang dipasang petugas mercusuar. Saya beristirahat sejenak kemudian berenang.
Tanpa mengindahkan baju saya yang basah kuyup, saya bergegas menuju perahu dan meminta pengemudi membawa saya ke pulau lain. Berbeda dengan saat berangkat, arus laut menjelang siang jauh lebih tenang. Kami pergi mengunjungi Pulau Burung.
Kami kembali ke Tanjung Kelayang menjelang sore. Perut lapar tak tertahankan. Setelah membersihkan badan, saya segera menuju ke restoran di penginapan. Tentu, saya ingin merasakan masakan khas Belitung, yaitu gangan.
Gangan adalah semacam gulai dengan bahan utama kepala ikan ketarap, namun dengan kuah yang lebih jernih dan segar. Sajian ini tambah istimewa dengan campuran nanas. Anda yang suka cita rasa tom yam, saya yakin akan ketagihan gangan bila mencoba.
Hari terakhir saya habiskan dengan mengelilingi pulau dengan motor sewaan seharga Rp 80 ribu sehari. Saya pergi ke Tanjung Pandan (sekitar 30-40 menit dari Tanjung Kelayang) menempuh jalanan yang cukup halus dan sepi. Hanya beberapa kali saya berpapasan dengan kendaraan lain.
Tetapi, Tanjung Pandan sendiri cukup ramai. Para pedagang durian berderet di depan toko-toko. Sayangnya, karena terlambat berangkat, waktu saya sangat singkat. Setelah berputar-putar di kota, saya pun kembali ke penginapan.
Liburan singkat namun berkesan telah berakhir. Tapi saya pasti akan kembali mengunjungi pantai-pantai indah di bagian timur.
Info akomodasi
Lor Inn mungkin merupakan hotel terbesar. Terletak di dekat Tanjung Tinggi, hotel seharga Rp 500 ribu per malam ini menyediakan berbagai fasilitas. Walau menghadap langsung ke pantai, hotel ini tidak berada di tepinya persis. Anda harus menyeberang jalan untuk sampai ke pantai.
Kelayang Cottages, tempat saya menginap, terdiri dari beberapa pondok kayu bercat warna-warni. Di setiap pondok terdapat sebuah tempat tidur sederhana dengan kelambu dan kamar mandi.
Penginapan ini terletak tepat di Pantai Tanjung Kelayang. Hanya beberapa langkah dari tepi pantai. Harga kamar mulai Rp 150 ribu, dan tersedia layanan antar-jemput ke bandara seharga Rp 150 ribu per trip.
Akomodasi lain di Tanjung Pandan antara lain Hotel Martani dan Wisma Martani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar