Adalah sebuah hal yang cukup beralasan bila seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan benteng Fort Rotterdam di Makassar sebagai "the best preserved Dutch fort in Asia", benteng Belanda yang paling terlestarikan di Asia. Saat berkunjung akhir tahun lalu, saya masih merasakan nuansa menawan benteng yang dibangun pada abad ke-17 ini. Peninggalan dari Kesultanan Gowa, benteng ini kokoh berdiri di pinggir pantai sebelah barat Makassar.
Walau pada beberapa sisi terlihat kusam dengan lumut yang menempel pada dinding tembok benteng, kemegahannya masih terasa. Saat berdiri di depan gerbangnya yang kokoh saya mendadak membayangkan kehebatan Kesultanan Gowa membangun benteng ini. Dari 17 benteng yang dibangun di sekeliling kota, Fort Rotterdam merupakan benteng yang masih tersisa hingga saat ini dan masih terpelihara keasliannya.
Dari segi arsitektural benteng ini menampilkan bangunan berbentuk mirip penyu hendak merangkak turun ke lautan. Karena bentuknya mirip penyu, kadang benteng ini juga dinamai Benteng Panyua (Penyu), representasi kejayaan Kesultanan Gowa yang senantiasa meraih kemenangan di darat maupun laut.
Benteng Rotterdam dibangun pada 1545 oleh Raja Gowa ke-X yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau Karaeng Tunipalangga Ulaweng. Bahan dasar pembangunan benteng ini berasal dari batu dan tanah liat yang dibakar hingga kering. Pada 9 Agustus1634, Sultan Gowa ke-XIV (I Mangerangi Daeng Manrabbia dengan gelar Sultan Alauddin) membuat dinding tembok dengan batu padas hitam yang didatangkan dari pegunungan Kartz daerah Maros. Pada tanggal 23 Juni 1635, dibangun lagi dinding tembok kedua dekat pintu gerbang.
Sejarah mencatat, untuk memperkuat jalur perdagangan rempah-rempah serta memperluas kekuasaan, Belanda pernah menyerang benteng ini pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin antara 1655-1669. Dipimpin oleh Gubernur Jendral Admiral Cornelis Janszoon Speelman, pasukan Belanda menggempur Kesultanan Gowa selama setahun penuh. Mereka dihadapkan pada perlawanan tangguh prajurit Sultan Gowa. Akibatnya, sebagian benteng hancur dan pasukan Sultan Hasanuddin menyerah. Akibat kekalahan tersebut Sultan Gowa dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Namanya kini diabadikan menjadi salah satu universitas negeri dan bandar udara internasional di Makassar.
Benteng yang sebagian hancur ini kemudian dibangun kembali oleh Gubernur Jendral Speelman dengan model arsitektur Belanda. Speelman menamakan benteng ini sama dengan nama tempat kelahirannya, Rotterdam. Bentuk benteng yang tadinya segi empat dengan empat bastion, ditambahkan satu bastion lagi di sisi barat. Kehadiran benteng ini tidak hanya menjadi pusat pemerintahan Belanda di wilayah timur Indonesia namun juga menjadi pusat koordinasi perdagangan rempah-rempah Nusantara.
Sebuah patung warna putih yang menggambarkan Sultan Hasanuddin mengendarai kuda menyambut kedatangan pengunjung di benteng ini. Patung yang gagah, tapi sayangnya ada tangan-tangan nakal yang mencorat-coret beberapa bagian patung. Memasuki kawasan benteng, kita bisa langsung menuju Museum Lagaligo yang berisi peninggalan sejarah dan artefak-artefak budaya masa lalu, khususnya kerajaan Gowa-Tallo serta daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan.
Di dalam kawasan benteng terdapat pula ruang tahanan Pangeran Diponegoro. Menurut sejarah, Pangeran Diponegoro yang memimpin perlawanan pada Belanda antara 1825-1830 itu akhirnya ditangkap setelah dijebak oleh siasat licik penjajah untuk melakukan perjanjian damai. Pada 1834, Pangeran Diponegoro dibawa ke Fort Rotterdam setelah sebelumnya dibuang ke Manado. Di dalam sel penjara berdinding kokoh melengkung itulah Pangeran Diponegoro ditahan. Banyak kalangan mempercayai sang Pangeran akhirnya wafat di Makassar, namun ada juga yang menyebutkan, untuk menghindari konflik jenazah Pangeran Diponegoro dipindahkan Belanda dan dimakamkan pada sebuah tempat yang dirahasiakan.
Sangat mudah mencapai benteng Fort Rotterdam karena letaknya di tengah kota Makassar. Anda bisa menggunakan angkutan umum atau taksi untuk mencapai tempat ini. Tidak ada pungutan bayaran apapun untuk memasuki benteng bersejarah yang kini menjadi salah satu obyek wisata andalan Sulawesi Selatan.
Kalau lagi capek dan jenuh dengan rutinitas, rasanya pingin kabur ke suatu tempat, jalan-jalan sama keluarga atau teman. Saya sering mendengar banyak orang bilang, "Jalan-jalan, yuk! Bosen nih ngantor. Pengen cuti." Lalu saya tanya, "Ke mana?" Dan jawabannya, "Nggak tahu. Ke mana ya enaknya?".
Bisa jadi karena mereka nggak tau apa maunya, tapi usut punya usut ternyata kata mereka menentukan destinasi liburan itu bukan perkara gampang. Padahal duit ada dan waktu tersedia. Apakah Anda mengalami hal yang sama?
Tempo/Arif Wibowo
Berikut beberapa saran bagaimana menentukan destinasi liburan:
1. Mengurai batasan
Pertama-tama uraikan dulu batasan-batasan yang kita punya, seperti berapa lama waktu yang tersedia, berapa banyak budget yang akan dihabiskan, dan dengan siapa kita akan pergi. Pergi bersama keluarga dengan anak tentunya lebih terbatas pilihannya daripada pergi bersama teman yang semuanya single. Yang berkeluarga harus menyesuaikan liburan sekolah, pergi ke tempat yang child friendly, dan budget yang lebih besar karena membiayai minimal 3 orang dari satu kantong. Sementara yang single pada dasarnya bisa pergi ke mana saja.
2. Menentukan tema
Pastinya kita akan pergi ke tempat yang kita senangi, tapi tempat seperti apa? Apalagi kalau kita tidak pergi sendiri kan harus disesuaikan dengan peserta lainnya. Paling gampang, tentukan tema perjalanan. Misalnya: wisata kuliner, wisata belanja, jalan-
jalan ke pantai, ke gunung, dan sebagainya.
3. Merinci detilNah, setelah ketemu temanya, saatnya merinci detil. Contohnya kalau kita mau ke pantai, pantai yang bagaimana? Berpasir putih kah? Pantai yang berpasir luas supaya bisa leyeh-leyeh? Ombaknya kecil atau besar? Atau tidak peduli pantai berpasir putih atau hitam, luas atau lebar, berombak atau tidak? Ingat, setiap tempat meski sama-sama pantai memiliki karateristik yang berbeda.
AP/Christophe Ena
4. Season
Bukan cuma berapa lama kita akan pergi yang penting, tapi juga kapan, karena libur di tempat Anda belum tentu libur juga di tempat tujuan. Apakah destinasi yang dipilih saat peak season (akhir pekan yang panjang, liburan sekolah, liburan hari besar) atau low
season? Tentunya saat peak season membutuhkan budget yang lebih besar karena harga cenderung lebih tinggi, juga membutuhkan persiapan yang lebih panjang karena harus memesan jauh-jauh hari agar mendapat tiket atau hotel.
5. Membuat konklusiSetelah semua hal di atas kita ketahui, buatlah konklusi. Misalnya: saya dan dua orang teman yang tinggal di Jakarta, pingin pergi ke pantai berpasir putih selama long week end hari raya Nyepi dengan budget minim. Jadi kalau kita mau jalan-jalan selama tiga
hari liburan Nyepi ke pantai, maka Bali akan dengan mudah dicoret ke dalam daftar destinasi.
6. Mengumpulkan informasiSaat ini informasi paling mudah didapat dari internet. Bisa ditambah dengan saran dari teman, baca majalah atau buku, atau bahkan nonton. Dengan konklusi yang sudah kita buat, pengumpulan informasi bisa sangat fokus. Contoh: di mana saja ya, pantai berpasir putih yang aksesnya mudah (sehingga tidak terlalu mahal) untuk dijangkau dari Jakarta?
AP/Mike Groll
7. Memilah pilihan Bisa jadi informasi yang kita dapat sangat banyak, sehingga timbul masalah baru: bingung menentukan mau yang mana. Atau justru kebalikannya, informasi yang ada sangat sedikit yang juga membuat bingung harus bagaimana. Nggak usah ribet. Kalau banyak pilihan, berdiskusilah dengan rekan perjalanan dan pilih tempat yang menyenangkan buat semua. Atau kalau jalan sendiri, tanyakan saran kepada teman atau keluarga. Kalau kurang informasi, silakan evaluasi kembali konklusi Anda, cari bagian mana yang bisa disesuaikan.
8. Menentukan destinasiMeskipun sudah melewati tahap 1 sampai 7, ada kalanya hasil akhir kurang memuaskan. Bisa jadi karena jawabannya "kurang exciting" seperti misalnya Anyer untuk contoh di atas. Nah, balik lagi deh ke tahap 1 dan ubah semua batasannya.
Kalau masih bingung sementara waktu semakin dekat, saya punya 1 saran lagi: pulang kampung, berkunjung ke rumah saudara. Siapa bilang pulang kampung bukan jalan-jalan dan tidak exciting? Semua tergantung mindset kita, bukan?
Jika Anda ingin bepergian dengan bus di Indonesia, Anda harus belajar untuk menghindari cabang pohon dan meninabobokan kambing.
Menaiki bermacam-macam moda transportasi adalah cara terbaik mengenali suatu tempat, bahkan mungkin lebih intim dari yang Anda inginkan.
Dari kendaraan rusak sampai dipelototi, tempat duduk sempit, bau-bauan aneh yang memusingkan, sampai hewan ternak, kendaraan umum di Indonesia memberikan pelajaran tersendiri.
1. Tidak ada pemesanan tempat duduk
Di luar kota besar, konsep reservasi tempat duduk tidak ada artinya. Anda memang terjamin dapat tempat duduk, tapi tiket Anda tidak menjelaskan secara spesifik di bagian mana Anda akan duduk. Bisa jadi Anda terselip di antara kardus dan karung beras serta berbagai hewan ternak.
Kernet bus tetap akan memanjat ke atap untuk meminta tiket Anda meski Anda harus berpegangan saat bus mulai menanjak di jalan mendaki pegunungan.
2. Belajar untuk menunduk
Batang pohon akan sangat sangat menyakitkan saat mengenai kepala Anda dengan kecepatan 60 kilometer per jam. Apalagi jika ada tujuh orang yang duduk di atap dan batang pohon itu berturutan memukul Anda seperti sebuah komedi slapstik.
3. Meninabobokan kambing
Keduakalinya seseorang menitipkan kambingnya di pangkuan saya saat saya duduk di atap, saya berusaha berkenalan dengannya. Tetapi si pemilik kambing malah jatuh tertidur.
Saya kemudian mempelajari hal baru: mengelus kepala si kambing sambil menyanyikan sebuah lagu Perancis akan membantu si kambing untuk tetap tenang.
4. Sikut adalah senjata terbaik
Cara terbaik untuk membuat orang asing yang duduk di sebelah Anda agar berhenti mengelus paha Anda di tengah malam adalah dengan menyikut tulang iganya. Lakukan dengan keras.
5. Standar ganda kebersihan
Sebagai turis, Anda tidak diperbolehkan menggunakan toilet di bus malam, meski hanya untuk buang air kecil. Bahkan si kernet akan sangat kaget, seolah tidak percaya, bahwa Anda berani meminta.
Tetapi, kernet yang sama tidak akan protes jika penduduk lokal membersihkan hidungnya di gorden bus.
6. Pendingin udara artinya siap beku
Dinginnya hembusan udara dari AC akan membuat Anda menggigil. Jika Anda menaiki bus berpendingin, maka Anda seolah-olah berada dalam kulkas.
Sopir atau kernet tidak peduli walau Anda dan banyak penumpang lain sampai hampir membeku. Mereka hanya akan tertawa, seolah-olah mengatakan, "Lho, kamu kan sudah membayar mahal untuk bus yang dingin, ya inilah dia bus mahal yang dingin."
7. Siap malu saat sesi karaoke
Jika Anda menyanyikan lagu Total Eclipse of the Heart, Don't Stop Believin’ atau Sweet Child o' Mine di Filipina, sambutannya akan sangat baik. Tapi tidak begitu di Indonesia.
Siap-siap saja ditendang dari tempat tidur saat Anda menyanyi, dan dipelototi penumpang lain.
Pada akhirnya, Anda akan 'diarahkan' ke dek luar, tempat Anda bisa bernyanyi sepuasnya.
8. Pengemudi perahu yang tertidur
Ternyata pengemudi perahu bisa tertidur dengan tenang di tengah malam.
Meski dengan begitu, perahu yang kami tumpangi terjebak di jaring ikan milik sebuah kampung kecil. Bangun jam 5 pagi karena adu mulut antara pengemudi perahu Anda dan seluruh penduduk kampung bisa membuat Anda merasa tidak yakin akan sisa perjalanan.
Inilah kisah seorang pria di Yogyakarta yang memperbarui cara minum kopi dengan mencemplungkan arang panas ke dalamnya.
Hari Minggu pukul 23.00, sepanjang jalan di sebelah utara Stasiun Tugu Yogyakarta dipenuhi para pemuda yang ngemil sate dan menenggak gelas berisi kopi kental dan berasap. Perbincangan tengah malam sambil ngopi sebenarnya bukanlah hal yang asing di Indonesia, namun daerah ini khas karena menyajikan kopi campur arang yang bisa membantu menenangkan perut yang "gelisah".
Pak Man
Seorang pria tua yang akrab dipanggil Pak Man telah membuat kopi joss sejak tahun 1960-an. Seperti kebanyakan racikan kopi dari daerah ini, ia mencampur bubuk kopi dengan empat sendok gula. Kemudian ia menuang air panas dari ketel besi dan diikuti dengan memasukkan bahan utama: arang yang masih menyala dari api kompor.
Arang membantu menetralisasi asam lambung dan sudah lama menjadi obat bagi masalah gas dan kembung. Kini demi kepraktisan, tablet arang memang dijual di apotek, tetapi 50 tahun lalu kopi tampaknya adalah cara yang lebih menyenangkan untuk mencerna obat yang mengatasi masalah perut dan usus.
Meski beberapa peramu kopi arang bilang minuman ini membangkitkan stamina, kopi arang mendapatkan popularitas lebih karena keunikannya. Sebagai minuman pilihan, orang sering memilih teh atau tape, fermentasi dari singkong. Dan dari pukul 17.00 sampai dini hari, orang duduk lesehan di depan warung sambil ngobrol — aktivitas favorit di kota yang terkenal sebagai kota pelajar ini.
Tipe kerumunan yang datang tergantung jam kedatangan. Kadang pegawai kantoran mampir sepulang kerja untuk mengudap tempe goreng, lumpia dan “nasi kucing” (nasi bungkus dengan porsi kecil). Sementara itu, pasangan kekasih biasanya datang lebih malam untuk berkencan. Banyak juga yang nongkrong untuk bermain musik.
Suasana yang hidup itulah yang menarik pelanggan datang kembali. Meski kini tempat itu mulai makin populer di kalangan turis dan para blogger perjalanan, suasananya tetap ramah dan intim seperti kebanyakan tempat nongkrong di Yogyakarta.
Kini meski usianya sudah menginjak 80 tahun, Pak Man kadang-kadang tetap muncul di warung kopinya untuk merebus air di ketel dan mengajak ngobrol pelanggan. Jika dia tidak ada, beberapa pria muda bertugas sebagai pelayan dan Pak Alex akan menggantikan Pak Man meracik kopi. Warung kopi itu sendiri terbuat dari kumpulan tenda dan potongan kayu yang disusun menjadi bangku panjang. Kompor di warung itu terletak di dapur temporer yang tersambung ke tiang bambu. Sesudah warung tutup, Pak Alex akan membawa pulang tiang itu.
Kopi arang imitasi
Beberapa tahun setelah Pak Man pertama kali menciptakan kopi joss, ada tiga warung lain yang muncul di sepanjang jalan yang sama. Sudut jalan itu pun kemudian makin ramai oleh pengamen, pengemis, dan tukang becak yang bergiliran muncul.
Ketika kopi joss saya sudah habis, Pak Alex bertanya pendapat saya tentang kopi itu. Saya bilang, rasanya manis, seperti kebanyakan makanan dan minuman di Jawa Tengah. Dan dari bawah kumisnya yang tidak ia tata, ia tersenyum lebar. Kopi joss sesuai buat mereka yang mencari sedikit kesenangan, sedikit tantangan, dan dinamika. Yang semuanya ada di Yogyakarta.
Kopi Joss Lek ManJl. Wongso Dirjan (sisi utara Stasiun Tugu Yogyakarta) Buka: mulai pukul 16.00 setiap hari